Foto - foto Jema'ah Haji Tempo Dulu

Di dalam Historiografi Haji Indonesia, Dr M Shaleh Putuhena menyatakan, sejak abad ke-16 M, sudah ada umat Islam Indonesia yang menunaikan ibadah haji.
Begitu juga pada abad-abad berikutnya, banyak umat Islam Indonesia yang pergi haji kendati melalui perjuangan yang sangat berat. Bahkan, ada di antara mereka yang menempuh perjalanan hingga bertahun-tahun. bldirgantara.blogspot.com
Saat bisa meninggalkan Indonesia, mereka singgah di Singapura atau Penang (Malaysia). Di tempat tersebut, umat Islam Indonesia yang ingin berhaji ini rela menjadi pekerja kasar. Ada yang menjadi tukang kebun, menggarap sawah, dan lainnya demi satu tujuan, yaitu berkunjung ke Baitullah (sumber : Sejak Berabad Lalu, Umat Islam Nusantara Sudah Pergi Haji).

Sementara itu, menurut Prof. Dadan Wildan Anas, berdasarkan naskah Carita Parahiyangan dikisahkan bahwa pemeluk agama Islam yang pertama kali di tanah Sunda adalah Bratalegawa putra kedua Prabu Guru Pangandiparamarta Jayadewabrata atau Sang Bunisora penguasa kerajaan Galuh (1357-1371).
Mengenai siapa pemeluk Islam pertama di tataran Sunda, ada versi lain yang menyebutkan seorang Pangeran dari Tarumanegara, yang bernama Rakeyan Sancang. Rakeyan Sancang disebutkan hidup pada masa Imam Ali bin Abi Thalib.
Rakeyan Sancang diceritakan, turut serta membantu Imam Ali dalam pertempuran menalukkan Cyprus, Tripoli dan Afrika Utara, serta ikut membangun kekuasaan Muslim di Iran, Afghanistan dan Sind (644-650 M) (Sumber : Islam masuk ke Garut sejak abad 1 Hijriah). bldirgantara.blogspot.com
Bratalegawa adalah seorang saudagar, ia sering melakukan pelayaran ke Sumatra, Cina, India, Srilanka, Iran, sampai ke negeri Arab. Ia menikah dengan seorang muslimah dari Gujarat bernama Farhana binti Muhammad. Melalui pernikahan ini, Bratalegawa memeluk Islam. Bratalegawa juga dikenal, sebagai orang yang pertama kali menunaikan ibadah haji di kerajaan Galuh, ia mendapat sebutan, Haji Purwa.
13415336201814552340
Dua Haji Baru dari Ternate
Sumber : PenjelajahBahari
Berdasarkan catatan sejarah, jemaah haji Kesultanan Banten, yang dikirim pertama kali adalah utusan Sultan Ageng Tirtayasa. Ketika itu, Sultan Ageng Tirtayasa berkeinginan memajukan negerinya baik dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain (Tjandrasasmita, 1995:117). bldirgantara.blogspot.com
Pada tahun 1671 sebelum mengirimkan utusan ke Inggris, Sultan Ageng Tirtayasa mengirimkan putranya, Sultan Abdul Kahar, ke Mekah untuk menemui Sultan Mekah sambil melaksanakan ibadah haji, lalu melanjutkan perjalanan ke Turki. Karena kunjungannya ke Mekah dan menunaikan ibadah haji, Abdul Kahar kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Haji (Sumber: Kian Santang).
13415337641301349244
Pemberangkatan Haji di Tanjung Priok (1925-1935)
Sumber : Tanjung Priok
HAJI DI MASA KOLONIAL
“Semakin banyak peziarah yang berangkat ke Makkah, semakin meningkatlah fanatisme (Keislaman).” -Koran De Locomotief, 1877-
Campur tangan pihak kolonial dalam hal urusan ibadah haji, bermula dengan alasan ketakutan dan kecurigaan terhadap para haji yang baru pulang dari tanah suci. Terdapat kecurigaan bahwa masyarakat Nusantara yang menunaikan ibadah haji di Makah akan membawa pemikiran baru dalam pergerakan Islam untuk menentang kolonialisme. Kecurigaan ini kemudian dijadikan sebagai alat untuk merumah kacakan prosesi ibadah haji untuk memudahkan dalam mengontrol pergerakannya.
Untuk mengawali usaha monopoli ibadah haji tersebut, maka pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah putusan terkait prosesi ibadah haji untuk pertama kalinya, “pihak kolonial kemudian berupaya menekan jamaah haji dengan mengeluarkan Resolusi (putusan) 1825. Peraturan ini diharapkan tidak hanya memberatkan jamaah dalam hal biaya tetapi sekaligus dapat memonitor aktivitas mereka dalam melaksanakan ritual ibadah haji dan kegiatan lainnya selama bermukim disana”.
Pada waktu musim haji 1927-1928 jamaah yang berangkat menunaikan ibadah haji ke Makah berjumlah 33.965 orang yang terdiri atas; 10.970 orang berangkat dengan perusahaan Rotterdamsche Lloyd, menggunakan perusahaan Nederlandsche Lloyd 9.467 orang, dan perusahaan Ocean 10.634 orang. Selama musim haji itu, tiap perusahaan mengoperasikan kapalnya antara 7 samapi 9 kali” (Majid, 2008.Hlm. 67). bldirgantara.blogspot.com
Walaupun dengan biaya yang begitu mahal, jamaah haji tidak mendapatkan fasilitas yang memadai dalam prosesi ibadah haji, “persaingan maskapai kapal Belanda (KPM) yang disebut dngan istilah kongsi tiga dengan maskapai kapal Inggris, Arab, dan Singapura, namun pada umumnya maskapai tidak ada yang mengutamakan kesehatan (Sumber : Kelas Haji Kelas Sosial).
13415338171594808960
Pemberangkatan Haji di Teluk Bayur
Sumber : PenjelajahBahari
Konon, perjalanan menuju Mekah dari daerah-daerah di Nusantara membutuhkan waktu 2 hingga 6 bulan lamanya karena perjalanan hanya dapat ditempuh dengan kapal layar. Bayangkan berapa banyak perbekalan berupa makanan dan pakaian yang harus dipersiapkan para jemaah haji.
Itu pun belum tentu aman. Kafilah haji selalu harus waspada akan kemungkinan para bajak laut dan perompak di sepanjang perjalanan, belum lagi ancaman topan, badai dan penyakit. Tidak jarang ada jemaah haji yang urung sampai di tanah suci karena kehabisan bekal atau terkena sakit. Kebanyakan dari mereka tinggal di negara-negara tempat persinggahan kapal. bldirgantara.blogspot.com
Karena beratnya menunaikan ibadah haji, mudah dimengerti bila kaum muslimin yang telah berhasil menjalankan rukun Islam kelima ini kemudian mendapatkan kedudukan tersendiri dan begitu terhormat dalam masyarakat sekembalinya ke negeri asalnya. Merekapun kemudian mendapat gelar “Haji”, sebuah gelar yang umum disandang para hujjaj yang tinggal di negara-negara yang jauh dari Baitullah seperti Indonesia dan Malaysia, tapi gelar ini tidak populer di negara-negara Arab yang dekat dengan tanah suci (Atja, 1981:47).
1341536718260961501
Kegiatan Karantina Haji di Pulau Onrust (1911-1933)
Sumber : Onrust
Demikian beberapa catatan tentang kaum muslimin Nusantara jaman dulu yang telah berhasil menunaikan ibadah haji. Dari kisah-kisah tersebut nampaknya ibadah haji merupakan ibadah yang hanya terjangkau kaum elit, yaitu kalangan istana atau keluarga kerajaan.
Hal ini menunjukkan –pada jaman itu- perjalanan untuk melaksanakan ibadah haji memerlukan biaya yang sangat besar. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya masyarakat kalangan bawah yang juga telah berhasil menunaikan ibadah haji namun tidak tercatat dalam sejarah. Gelar “Haji” memang pantas bagi mereka. bldirgantara.blogspot.com
Sekarang perjalanan haji seharusnya tidak sesulit jaman dulu. Sudah selayaknya pemerintah mempermudah perjalanan haji dan memberikan pelayanan sebaik-baiknya bagi kaum muslimin yang ingin menunaikannya.















sumber

Post a Comment

PENNTINNG !!!!!
silahkan tinggalkan komentar jika anda menyukai, jika anda kesulitan melakukan komentar dan tidak memiliki profil untuk komentar silahkan pilih profil Anonymous trimakasih salam dari saya Bhernanda Logan Dirgantara,,

Previous Post Next Post

Contact Form