Sebagai salah satu anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998, Sandyawan Sumardi melihat pemerkosaan merupakan cara efektif untuk menimbulkan kepanikan sekaligus ketakutan di masyarakat. bldirgantara.blogspot.com
Hingga saat ini, kasus pemerkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 kian pudar dari ingatan publik. Bahkan, tidak sedikit kalangan meragukan kejadian itu. “Saya punya data lengkap sekitar 52 orang (korban pemerkosaan) pada Mei 1998 di beberapa tempat. Tapi ada etika, identitas korban tidak bisa disebarkan. Itu buat keselamatan dan nama baik korban,” kata Sandyawan saat ditemui merdeka.com Senin lalu di kantornya di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Dia mengakui perlu perjuangan berat untuk meminta pengakuan para korban. Namun setelah laporan tim pencari fakta selesai disusun, pemerintah malah menganulir temuan itu. Mereka bahkan menyebarkan foto-foto korban pemerkosaan. “Itulah cara-cara pemerintah mendiskreditkan tim pencari fakta dan menganggap pemerkosaan tidak ada,” ujarnya. bldirgantara.blogspot.com
Sandyawan menilai propaganda pemerintah untuk membantah pemerkosaan massal dalam kekacauan 15 tahun lalu berhasil. Dia mengakui bakal sulit menuntaskan kasus ini lantaran pelaku dan penggerak kejadian masih menjabat.
Meski begitu, Sandyawan berharap kasus itu harus terus diangkat sehingga masyarakat tidak lupa dengan aib bangsa ini. Dia meminta teman-teman seperjuangannya pada Mei 1998, seperti Andi Arif, Budiman Sujatmiko, dan Pius Lustrilanang kini masuk dalam pemerintahan terus mendorong penyelesaian kasus itu. bldirgantara.blogspot.com
Sandyawan masih menekuni kegiatannya mendampingi warga miskin di bantaran Sungai Ciliwung dari kawasan Pasar Minggu sampai Kampung Pulo lewat lembaga Ciliwung Merdeka. “Saya tidak akan menilai pilihan kawan-kawan, tapi tolong jangan saling menyerang dan membalik fakta-fakta untuk kepentingan tertentu."bld
sumber