China dihebohkan oleh laporan adanya seorang ibu muda yang dipaksa mengaborsi kandungannya yang telah berusia tujuh bulan.
Laporan ini disertai foto si ibu tampak terkulai lemas di sebuah tempat tidur, sementara janinnya yang berlumuran darah dan ari-ari masih menempel, dibaringkan di sisinya.
Dari laporan yang diperoleh badan kemanusiaan China, 64Tianwang, si ibu diketahui bernama Feng Jianme, wanita 23 tahun yang merupakan warga provinsi Shaanxi.
Menurut harian Global Times, Kamis 14 Juni 2012, janin dalam kandungan Feng diaborsi dengan cara disuntik mati pada tanggal 2 Juni 2012 lalu. Foto mengerikan itu diunggah sendiri olehnya sebagai bentuk protes.
Feng diaborsi paksa karena telah memiliki putri berusia enam tahun. Namanya tidak terdaftar dalam registrasi kependudukan sehingga tidak diperkenankan memiliki anak lagi dan harus membayar denda sebesar 40 ribu yuan.
Setelah keluarganya menyatakan tidak sanggup membayar denda, Feng diculik lima orang pria dan dipaksa menandatangani surat pernyataan aborsi.
"Pemerintah setempat menyekap istri saya di sebuah rumah pada 30 Mei lalu sehingga dia hampir bunuh diri saking paniknya," kata suami Feng, Deng Jiyuan.
Namun, klaim keluarga Feng dibantah oleh pemerintah setempat. Mereka memberikan pernyataan yang berlawanan, yaitu bahwa aborsi dilakukan atas persetujuan Feng dan keluarganya.
Kasus ini tersiar dengan cepat hingga memaksa Badan Keluarga Berencana Nasional China menyelidiki kebenaran laporan ini beserta fotonya.
"Jika laporan ini memang benar adanya, maka Badan KB setempat harus dihukum seberat-beratnya," kata seorang petugas.
Saat ini, Feng tengah menjalani perawatan di desa Yupin, kota Ankang. Kisahnya kemudian menyulut kemarahan dari organisasi kemanusiaan di seluruh dunia, termasuk badan perjuangan hak wanita Women's Rights Without Frontiers.
"Ini benar-benar sudah keterlaluan. Sulit dipercaya ada pemerintahan yang mentoleransi, atau bahkan melakukan tindakan keji seperti ini. Pihak yang bertanggung jawab harus dihukum atas kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar Reggie Littlejohn, kepala Women's Rights Without Frontiers.
sumber